|
|
|
1.
TOURISM Sragen memiliki
banyak obyek wisata bernilai religius, historis, dan ekonomi yang tinggi.
Karakteristik utama pariwisata di Sragen adalah mengandalkan panorama atau
bentang alam yang indah, budaya tradisional yang masih terjaga, disertai
dengan ketersediaan pemandu wisata profesional dan berbagai fasilitas
berstandar internasional. Perpaduan antara
berbagai obyek wisata yang menarik dan sentuhan manajemen modern berdampak
positif bagi perkembangan industri pariwisata di Sragen. Pada tahun 2001
hingga 2005, terjadi peningkatan jumlah kunjungan rata-rata 4,61 % per tahun.
Kenaikan jumlah kunjungan wisatawan ini tentu berimbas pada naiknya
pendapatan dari sektor pariwisata hingga12,30 %. Beberapa obyek
wisata di Sragen antara lain Museum Sangiran, Waduk Kedung Ombo, Pacuan Kuda
Nyai Ageng Serang di Ngargotirto, Pemandian air panas Bayanan, wisata religi
historis makam Pangeran Samudero di Gunung Kemukus, makam Joko Tingkir,
wisata belanja batik di Kliwonan, dan lain sebagainya. Di saat yang sama,
tren yang berlangsung dalam satu dekade belakangan ini menunjukkan bahwa para
wisatawan cenderung meminati obyek wisata bernuansa natural. Obyek-obyek
wisata yang menjual eksotisme bentang alam dan nuansa masyarakat tradisional
laku keras. Wisatawan baik lokal
maupun mancanegara di masa sekarang mengalami perubahan pada pola konsumsi.
Para pelancong tidak lagi terfokus hanya sekadar ingin menikmati panorama
alam yang indah dari sebuah daerah, namun juga ingin mengenal bahkan
berinteraksi lebih intim ke dalam suatu pola kultur masyarakat. Dengan
kecenderungan pariwisata semacam itu, kehidupan masyarakat, kreasi seni dan
budaya, serta peninggalan sejarah yang terangkum dalam paket wisata lebih
diminati para wisatawan. Tren itu sungguh
menjadi berkah tersendiri bagi dunia pariwisata Sragen. Keindahan bentang
alam mudah dijumpai di Sragen. Keseharian masyarakatnya cukup dekat dengan
tradisi nenek moyang. Keramahtamahan, kehidupan khas agraris yang kaya dengan
kearifan lokal masih terjaga. Mereka pun setidaknya masih bersedia
melestarikannya sebagai artefak budaya, yang ditampilkan dalam berbagai even
kesenian. Fenomena tersebut menjadi bekal penting untuk berinvestasi di
sektor pariwisata. Ada pula keuntungan yang bakal diperoleh calon investor
bila hendak mengembangkan pariwisata di Sragen. Infrastruktur pariwisata di
Sragen sudah siap. Akses jalan yang baik, air bersih, listrik, penginapan
telah tersedia. Investor tinggal mengembangkan format yang sudah ada menjadi
bentuk yang diinginkan. MUSEUM SANGIRAN Menelusuri
Jejak Homo Erectus Museum Sangiran
adalah museum arkeologi bertaraf internasional. Bangunan museum Sangiran
terletak di Kecamatan Kalijambe, tak jauh dari area situs fosil purbakala.
Situs itu dikenal dengan sebutan Situs Sangiran. Luasnya mencapai 56 km persegi,
meliputi tiga kecamatan di Sragen (Gemolong, Kalijambe, Plupuh) dan satu
kecamatan yang masuk wilayah Kabupaten Karanganyar (Gondangrejo). Situs
Sangiran berada di dalam kawasan Kubah Sangiran yang merupakan bagian dari
depresi Solo, di kaki Gunung Lawu (17 km dari kota Solo). Museum Sangiran
beserta situs arkeologinya, selain menjadi obyek wisata yang menarik juga
merupakan arena penelitian tentang kehidupan pra sejarah terpenting dan
terlengkap di Asia, bahkan dunia. Di museum dan situs
Sangiran dapat diperoleh informasi lengkap tentang pola kehidupan manusia
purba di Jawa yang menyumbang perkembangan ilmu pengetahuan seperti
Antropologi, Arkeologi, Geologi, Paleoanthropologi. Di lokasi situs Sangiran
ini pula, untuk pertama kalinya ditemukan fosil rahang bawah Pithecantropus
erectus (salah satu spesies dalam taxon Homo erectus) oleh arkeolog Jerman,
Profesor Von Koenigswald. Lebih menarik lagi,
di area situs Sangiran ini pula jejak tinggalan berumur 2 juta tahun hingga
200.000 tahun masih dapat ditemukan hingga kini. Relatif utuh pula. Sehingga
para ahli dapat merangkai sebuah benang merah sebuah sejarah yang pernah
terjadi di Sangiran secara berurutan. Sampai saat ini
sudah ditemukan 70 individu fosil Manusia Homo erectus di situs Sangiran.
Jumlah ini merupakan 65 % dari seluruh fosil Homo erectus yang ditemukan di
Indonesia atau sekitar 50 % dari populasi Homo erectus di seluruh dunia.
Sementara jumlah fosil secara keseluruhan yang ditemukan di situs Sangiran
sejak 1936 berjumlah 13.809 buah. Sebanyak 2.934 di
antaranya disimpan di dalam ruang pameran museum Sangiran dan 10.875 buah
lainnya disimpan di gudang penyimpanan museum. Sejumlah fosil manusia lainnya
disimpan di Museum Geologi Bandung dan laboratorium Palaeoanthropologi
Yogyakarta. Sungguh jumlah fantastis yang menunjukkan betapa kayanya situs
Sangiran. Maka, tak mengherankan bila Komite World Heritage kemudian
mencatatkan Sangiran dalam daftar Warisan Dunia bernomor urut 593. Selain ruang pameran
yang luas, museum Sangiran memiliki berbagai fasilitas lain yang dapat
diakses dengan mudah. Di museum yang dibangun pada tahun 1980 itu dilengkapi
dengan laboratorium, perpustakaan, aula pertemuan, ruang audiovisual untuk
memutar film kehidupan manusia prasejarah. Di sekitar museum, terdapat kios-kios
souvenir yang menjajakan aneka kerajinan batu yang didandani sedemikian rupa
sehingga mirip fosil. Obyek wisata Museum
Sangiran tampil makin lengkap dengan dibangunnya menara pandang yang sangat
representatif untuk melakukan pengamatan. Tak jauh dari menara pandang,
terdapat sebuah wisma penginapan. Bergaya arsitektur tradisional Jawa, wisma
ini dibangun untuk menunjang kegiatan para tamu atau wisatawan, khususnya
bagi mereka yang melakukan penelitian tentang seluk beluk fosil di kawsan
situs. Sedangkan mereka
yang ingin merasakan suasana saat arkeolog berburu fosil dan benda purbakala
untuk diteliti, beberapa titik di area situs telah dibangun museum lapangan. Sarana
ini merupakan museum terbuka yang merupakan zona inti tempat ditemukannya
fosil dan singkapan stratigrafi lainnya. Berkat berbagai
fasilitas modern dan lengkap itu, museum Sangiran menjadi obyek wisata
andalan Kabupaten Sragen yang banyak dikunjungi wisatawan. Pada tahun 2005,
museum Sangiran sukses mencatat 17.564 kunjungan wisatawan. Sebanyak 374 di
antaranya adalah pelancong mancanegara. Pengembangan Wisata
di Kawasan Sangiran Sangiran merupakan
daerah potensial untuk dikembangkan sebagai wisata berbasis kebudayaan
masyarakat tradisional. Hal ini disebabkan oleh latar belakang Sangiran yang
masih kental dengan suasana tradisional, meskipun modernisasi telah menyentuh
kehidupan warga kawasan tersebut. Bagi masyarakat Sangiran, menerima
modernisasi bukan berarti serta merta meninggalkan kearifan lokal. Gairah
untuk menciptakan keselarasan kehidupan manusia dengan alam dan lingkungannya
masih mewarnai setiap tindakan individu maupun aktivitas komunal mereka. Suasana kehidupan
tradisional masyarakat Sangiran setidaknya dapat ditandai dengan masih
terjaganya keutuhan rumah-rumah asli dengan corak arsitektur pedesaan,
hamparan persawahan-perkebunan, berbagai kegiatan masyarakat khas agraris
semisal bersih desa, pesta panen, nyadran—upacara ritual berziarah ke makam
leluhur yang dilakukan menjelang masa tanam, dan lain sebagainya. Di dalam kawasan
Situs Sangiran terdapat 160 dusun yang masyarakatnya sebagian besar adalah
petani tadah hujan. Persawahan yang mereka garap adalah lahan purba sehingga
penemuan fosil di wilayah ini sebagian besar terjadi secara tidak sengaja. Dapat
ditemui pula kegiatan industri rumah tangga masyarakat tradisional yang masih
tetap terjaga hingga kini : membuat suvenir dari bebatuan yang dipoles hingga
menyerupai fosil, membatik, memproduksi kancing dari batok kelapa, membuat
peralatan rumah tangga dan mebel dari kulit pohon bambu yang dianyam. Menilik kondisi
alam, aktivitas ekonomi agraris dan industri rumah tangga bersifat komunal,
serta ritual tradisional masyarakat yang masih terjaga menyebabkan Sangiran
sangat cocok dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata berbasis komunitas
tradisi. Pengembangan
eksotisme wilayah Sangiran dapat dikelola secara terintegrasi dengan Museum
Arkeologi Sangiran. Di sekitar Museum dapat didirikan homestay yang menempati
rumah-rumah penduduk desa di Sangiran. Dari rumah penduduk ini pula interaksi
wisatawan dengan kehidupan masyarakat, berkenalan dengan produk kerajinan dan
seni budaya, dapat berlangsung dalam suasana penuh kehangatan. Kegiatan kerajinan rumah tangga yang ada di
dalam kawasan situs Sangiran adalah embrio bagi berkembangnya industri
kerajinan dalam skala lebih besar. Embrio ini sangat penting untuk dibina,
terutama agar keterampilan perajin meningkat dan jaringan pemasarannya
meluas. Embrio ini merupakan peluang investasi yang cukup menguntungkan
apabila dikelola dan dikemas secara serius. Sehingga, keberadaan industri
rumah tangga itu akan mendukung keberadaan Museum dan Situs Prasejarah
Sangiran sekaligus dapat meningkatkan taraf kehidupan masyarakat sekitarnya. WADUK
KEDUNG OMBO Surga
Petualang di Kedung Ombo Waduk Kedung Ombo
merupakan bendungan raksasa seluas 6.576 hektar yang areanya mencakup sebagian
wilayah di tiga Kabupaten, yaitu; Sragen, Boyolali, dan Grobogan. Waduk yang
membendung lima sungai itu terdiri dari wilayah perairan seluas 2.830 hektar
dan 3.746 hektar lahan yang tidak tergenang air. Lokasi obyek wisata
Waduk Kedung Ombo yang menjadi andalan Sragen terletak di Kecamatan
Sumberlawang, sekitar 30 km dari pusat kota. Selain disuguhi pemandangan nan
indah, para pengunjung Waduk Kedung Ombo bisa menikmati wisata air, menumpang
perahu motor bertualang mengunjungi pulau-pulau yang bermunculan di tengah
waduk. Anda penyuka ikan
bakar atau hobi mengail ikan? Jangan khawatir, di Waduk Kedung Ombo juga
tersedia tempat pemancingan sekaligus warung yang menjajakan aneka makanan
olahan berbahan ikan. Begitu turun dari kendaraan di area parkir, aroma wangi
ikan yang dibakar atau digoreng langsung menyergap, mengundang selera makan. Di kawasan Waduk
Kedung Ombo, tepatnya di desa Ngargotirto, telah dibangun arena pacuan kuda
dengan lintasan sepanjang 600 meter. Arena pacuan kuda yang diberi nama ‘Nyi
Ageng Serang’ itu merupakan miniatur dari lapangan pacuan kuda Pulo Mas
Jakarta. Pada bulan Desember 2006 silam di lokasi tersebut dilangsungkan kejuaraan
pacuan kuda tingkat nasional memperebutkan piala Gubernur Jawa Tengah. Potensi pengembangan
obyek wisata adalah memperbanyak homestay
yang menyatu dengan rumah penduduk, sehingga para wisatawan dapat tinggal
lebih lama di kawasan Waduk Kedung Ombo. Adanya homestay membuat wisatawan
dapat melihat dari dekat kehidupan sehari-hari masyarakat, dan bahkan
menjalani kehidupan seperti penduduk lokal, selang beberapa waktu. Investasi juga dapat
ditanam di sektor perikanan darat dengan metode karamba dan dilengkapi
restoran apung. Di bantaran seputar waduk, cocok untuk mengembangkan usaha
agrobisnis buah-buahan dan sayur mayur. Selain dekat dengan sumber air yang
diambil dari waduk, kualitas air waduk juga bersih dari polutan. Bila tak ingin
setengah-setengah menerjuni bisnis pariwisata, investor bisa mengembangkan
kompleks wisata terpadu di Kedung Ombo. Investor dapat memanfaatkan obyek
wisata air, karamba serta restoran apung, dan arena pacuan kuda yang sudah
tersedia, sembari membangun wisata agrobisnis, taman safari, lapangan golf,
dan juga kereta gantung untuk menikmati pemandangan kompleks Kedungombo dari
ketinggian. Bila kompleks wisata terpadu ini terwujud, pengunjung pasti akan
memperoleh petualangan mengesankan, unik, dan dirindukan. Kompleks Pacuan Kuda Nyi Ageng Serang Asyiknya
Berkuda di Pedesaan Tropis Arena pacuan kuda
Nyi Ageng Serang terletak di Desa Ngargotirto, Kecamatan Sumberlawang.
Lintasan sepanjang 600 meter itu hanya berjarak 1,5 kilometer dari tepian
waduk Kedung Ombo. Akses menuju
lintasan pacuan kuda Nyi Ageng Serang relatif mudah. Arena pacuan kuda itu
berjarak 30 kilometer dari pusat kota Kabupaten Sragen dan dapat ditempuh
selama 40 menit dengan mengendarai mobil. Dari Semarang, pungunjung dapat
melewati jalur alternatif Salatiga-Karanggede-Gemolong-Sumberlawang. Dari
Surakarta (Solo), pengunjung dapat mengambil rute Solo-Purwodadi dan berbelok
ke barat ketika memasuki daerah Sumberlawang. Lokasi pacuan Kuda berada
lima kilometer dari jalan raya Solo-Purwodadi Keberadaan arena
pacuan kuda di Ngasinan membawa perubahan pada wajah desa. Jalan hotmix
sepanjang lima kilometer kini membelah dari pusat Kecamatan Sumberlawang
hingga ke pedesaan. Memudahkan arus transportasi dan perdagangan. Penerangan
jalan dan fasilitas air bersih kini tersedia dalam jumlah dan kualitas yang
memadai. Kegiatan
masyarakatpun lebih beragam. Penduduk setempat membuka penginapan atau homestay di rumahnya bagi pengunjung yang ingin
bermalam. Warung-warung makan dengan menu khas pedesaan juga siap memanjakan
lidah siapapun yang datang. Warung makan di desa
ini tergolong unik. Warung tersebut menyatu dengan rumah penduduk dan
posisinya berada dekat pintu depan. Menu yang tersaji benar-benar masakan rumah
tangga dengan sentuhan bumbu khas desa. Juru masaknya tak lain adalah para
wanita pedesaan yang masih mempertahankan resep tradisional warisan orang tua
mereka. Dengan demikian, suasana pedesaan kental terasa. Saat ini tengah
disusun rute untuk wisata menunggang kuda (horse riding). Di pacuan telah tersedia empat kuda hasil
persilangan antara kuda Eropa dan lokal. Tunggangan ini siap digunakan
berkuda mengelilingi perbukitan dan lembah di sekitar arena pacuan dan waduk
Kedung Ombo. Pengunjung yang belum
pernah naik kuda tidak perlu khawatir. Pengelola pacuan kuda menyediakan
pemandu dan sekaligus melatih pengunjung menunggang kuda. Fasilitas komplek
pacuan kuda juga lengkap. Selain lintasan pacuan area pit stop dan tribun
yang representatif untuk pertandingan internasional, juga terdapat istal atau
stable yang terjamin kebersihannya. Stable itu ditangani oleh perawat kuda
professional. Sehingga para pemilik kuda dapat menitipkan kuda-kuda tersebut
untuk mendapat penanganan yang berkualitas. DESA WISATA BATIK KLIWONAN Merekam
Kearifan Lokal Lewat Seulas Batik Dunia mode dan
fashion rasanya sudah tidak asing lagi dengan batik. Menyebut batik, ingatan
seseorang akan melayang pada secarik kain dan pakaian khas Indonesia.
Khususnya Pekalongan, Surakarta, dan Yogyakarta. Tiga kota itu selama ini
lebih dikenal oleh para pecinta busana sebagai sentra penghasil batik. Namun
jika ditelusuri lebih jauh, pusat-pusat produksi batik pun dapat ditemukan di
daerah lain di Jawa Tengah. Kabupaten Sragen,
misalnya, adalah sentra produksi batik terbesar setelah Pekalongan dan
Surakarta. Di Sragen, terdapat dua sub sentra batik yakni Kecamatan Plupuh
dan Masaran. Dua sub sentra tersebut memiliki beberapa desa penghasil batik.
Letak mereka pun berdekatan, saling berseberangan di sisi utara dan selatan
Sungai Bengawan Solo. Desa-desa di utara
sungai adalah Jabung dan Gedongan yang masuk wilayah Kecamatan Plupuh. Mereka
hanya berjarak sepelemparan batu dengan Desa Pilang, Sidodadi, dan Kliwonan.
Tiga desa yang disebut terakhir terletak di selatan Bengawan Solo dan berada
dalam wilayah Kecamatan Masaran. Karena berada di
pinggiran sungai atau kali --dalam
bahasa Jawa, industri Batik di kawasan tersebut juga dikenal dengan sebutan
Batik Girli (Pinggir Kali). Di dua sub sentra batik tersebut terdapat 4.817
perajin batik dengan menyerap sekurangnya 7.072 tenaga kerja. Sebagian besar
perajin batik tinggal di desa Kliwonan. Kuantitas produksi batik yang
dihasilkan perajin Kliwonan pun paling besar. Oleh sebab itu, kawasan
penghasil batik di Sragen kemudian lebih dikenal dengan sebutan sentra batik
Kliwonan. Pemerintah Kabupaten Sragen lalu menetapkan sentra batik itu
sebagai kawasan wisata terpadu, yang dinamakan Desa Wisata Batik Kliwonan.
Desa Kliwonan sekaligus diditetapkan menjadi pusat pengembangan, pelatihan,
dan pemasaran batik. Desa wisata batik
terletak 13 kilometer dari pusat kota Kabupaten Sragen dan telah dilengkapi
dengan infrastruktur dan sarana publik yang memadai. Di sepanjang jalan
menuju lokasi desa wisata yang terletak 4 kilometer dari jalan besar itu, pengunjung
akan disuguhi hamparan persawahan dan rumah penduduk yang tertata rapi. Untuk menuju lokasi
desa wisata batik tidaklah sulit. Dari jalan raya Solo-Sragen, ketika sudah
masuk ke Kecamatan Masaran, penunjuk jalan menuju desa wisata batik Kliwonan
dapat dijumpai. Kala tiba di desa wisata batik, pelancong tidak hanya dapat
berbelanja. Wisatawan juga dapat melihat proses pembatikan, seperti proses
penjemuran, pewarnaan, pemberian motif, pelapisan dengan sejenis parafin, dan
pembatikan. Para pelancong yang
berminat tinggal beberapa hari dapat menginap di rumah-rumah penduduk yang
telah disulap menjadi homestay. Perjalanan wisata ini dapat menyuguhkan
pengalaman yang tak terlupakan. Sebab, wisatawan dapat memperoleh cukup waktu
untuk belajar membatik sembari menikmati kehidupan warga pedesaan khas
Sragen. Tidak cuma melihat
proses pembuatan batik, pelancong pun boleh ikut menjajal menggoreskan
canting –semacam pena untuk melukis batik— ke atas kain mori. Wisatawan juga
akan dikenalkan jenis-jenis kain batik dan motif yang dituangkan pada kain.
Jika tak keberatan untuk berbasah dan berkotor-kotor sedikit, para penikmat
perjalanan wisata bolehlah terjun ke dalam kolam pewarnaan. Bersama juru
warna kain, wisatawan akan diajarkan mencelup dan mewarnai kain. Wisatawan juga dapat
mempelajari sejarah dan asal usul batik di Indonesia dan lahirnya batik khas
Sragen itu sendiri. Gaya batik Sragen awal mulanya identik dengan batik
Surakarta, terutama di era 80-an. Ini tak mengherankan, sebab para pionir
kerajinan batik di Sragen umumnya pernah bekerja sebagai buruh batik di
perusahaan milik juragan batik Surakarta. Namun kemudian,
batik Sragen berhasil membentuk ciri khas yang berbeda dari gaya Yogyakarta
dan Surakarta. Batik gaya Yogyakarta umumnya memiliki dasaran --atau sogan-- putih dengan motif bernuansa
hitam atau warna gelap. Corak Yogyakarta ini biasa disebut batik latar putih
atau putihan. Beda lagi dengan batik gaya Surakarta, biasanya memiliki warna
dasaran gelap dengan motif bernuansa putih. Biasa disebut batik latar hitam
atau ireng. Batik Yogyakarta dan
Surakarta juga lebih kuat dalam mempertahankan motif gaya kraton yang telah
menjadi patokan baku, misalnya parang,kawung, sidodrajat, sidoluhur, dan lain
sebagainya. Bagaimana dengan
batik Pekalongan? Batik dari daerah pesisir utara Jawa itu biasanya berlatar
warna cerah mencolok. Motif batik yang digoreskan umumnya berukuran
kecil-kecil dengan jarak yang rapat. Nah, beda dengan
batik Sragen. Batik Sragen lebih kaya dengan ornamen flora dan fauna. Ada
kalanya dikombinasi dengan motif baku. Jadilah, motif tumbuhan atau hewan
yang disusupi motif baku seperti parang, sidoluhur, dan lain sebagainya.
Belakangan ini beberapa perajin mulai mencoba menelurkan motif baru yang
isinya merekam aktivitas keseharian masyarakat. Guratan motif batik Sragen
dewasa ini cenderung menyiratkan makna secara tegas. Jauh lebih lugas
ketimbang corak Yogyakarta dan Surakarta. Lahirnya motif tersebut tidak lepas
dari pengaruh karakter masyarakat Sragen yang pada dasarnya terbuka dan
blak-blakan dalam mengekspresikan isi hati. Di desa wisata batik
Kliwonan, wisatawan dapat dengan mudah membedakan batik Sragen dengan motif
batik dari daerah lainnya. Para perajin batik di Kliwonan biasa menuangkan
karyanya ke berbagai jenis kain dengan berbagai teknik produksi. Jenis kain yang
digunakan antara lain sutera yang ditenun dengan mesin maupun manual, katun,
dan primisma. Perajin di Sragen umumnya memproduksi batik dengan teknik
tulis, cap, printing, dan kombinasinya. Namun, sebagian
besar perajin masih mempertahankan teknik tulis di atas kain primisma. Teknik
tradisional ini menunjukkan kemampuan luar biasa batik tulis Sragen dalam
bertahan di era modern ini. Masih dipegangnya cara tradisional para pembatik
di kawasan Kliwonan ini merupakan eksotisme yang langka dijumpai. Inilah daya
tarik desa wisata batik Kliwonan. Soal daya saing
batik Sragen memang bukan isapan jempol semata. Walaupun berupa industri
rumahan dan berlokasi di pedesaan, kapasitas produksi batik yang dihasilkan tidak
bisa dianggap enteng. Lihat saja, produksi batik jenis katun yang dihasilkan
pada 2005 mampu menembus angka 50.000 potong, sementara batik jenis sutera
dari alat tenun bukan mesin mencapai 365.000 potong. Tak mengherankan apabila
Sragen mampu membayang-bayangi Pekalongan dan Surakarta sebagai daerah
produsen batik. Toh, kesuksesan
tersebut tidak lantas membuat para perajin batik menjadi lupa diri. Masyarakat
sentra batik Girli itu dikenal sebagai komunitas yang religius. Mereka juga
dikenal ramah, sopan, dan terbuka terhadap tamu. Ajaran Islam –agama
mayoritas penduduk sentra batik Girli— untuk memuliakan tamu yang disampaikan
turun temurun oleh pendahulu mereka benar-benar dipegang teguh. Bahkan, jika
beruntung, wisatawan akan menjumpai sambutan yang unik; hidangan daging ayam
yang digoreng utuh. Tradisi ini merupakan simbol penghormatan dan ucapan
selamat datang kepada para tamu atau orang asing yang dinilai bermaksud baik.
Kebiasaan uluk salam
dan saling menyapa di antara penduduk, maupun kepada orang asing masih jamak
ditemui di kawasan itu. Mereka pun begitu ringan tangan membantu tetangganya
yang ditimpa kesusahan. Jadi jangan kaget, bila Anda berkunjung ke desa batik
Kliwonan suatu saat nanti, bakal disambut penuh kehangatan. Dengan salam khas
wong ndeso yang tulus dan menentramkan; Monggo
pinarak, sederek…’’, artinya, ‘’mari singgah, saudaraku’’. GALERI
BATIK SUKOWATI & SENTRA BISNIS BATIK SRAGEN Berbelanja
Batik dengan Harga Bersahabat Galleri Batik
Sukowati dan Sentra Bisnis Batik Sragen (SBBS) terletak di jantung kota
Sragen, hanya beberapa puluh langkah kaki dari kantor Pemerintahan Kabupaten.
SBBS dan Galeri Batik Sukowati merupakan pusat perbelanjaan dan sirkulasi
kerajinan batik Sragen. Dua lokasi itu merupakan gerai penjualan para pelaku
bisnis di bidang industri batik. Harga produk-produk
batik di dua gerai itu sengaja dirancang agar terjangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat. Dua gerai itu akhirnya menjadi pusat perbelanjaan batik yang
mampu diakses masyarakat ekonomi lemah maupun golongan kaya. Untuk menarik
pembeli dan mengembangkan pasar, di SBBS dan Galeri Batik Sukowati kerap
diadakan bazaar batik dan acara yang bertema batik khas Sragen. PEMANDIAN AIR PANAS BAYANAN Kulit
Sehat Berkat Air Panas Bayanan Bagi Anda yang punya masalah kesehatan kulit, berendam
dalam air hangat Bayanan bisa jadi solusi jitu nan murah. Cocok dikembangkan
menjadi jasa mandi rempah. Pemandian air panas
Bayanan terletak 17 km sebelah tenggara Kota Sragen. Tepatnya, di Dusun Bayanan,
Desa Jambeyan, Kecamatan Sambirejo, di lereng utara Gunung Lawu. Selama
perjalanan menuju lokasi wisata Bayanan, para pengunjung akan disuguhi
pemandangan indah berupa hamparan sawah menghijau dan kerimbunan hutan karet.
Akses jalan dengan aspal berlapis hotmix mulus memudahkan aneka macam
kendaraan hingga ukuran mikrobus dapat leluasa mencapai lokasi. Bagi masyarakat
Sragen khususnya dan Jawa Tengah umumnya, sumber air panas Bayanan sudah
tidak asing lagi. Kemashyuran tersebut disebabkan oleh karena air panas
Bayanan dipercaya menyimpan segudang khasiat yang bermanfaat bagi kesehatan. Air
panas Bayanan diyakini mampu menyembuhkan aneka problem kesehatan, antara
lain gatal-gatal, rematik, pegal linu, flu tulang. Bahkan untuk beberapa
kasus yang terjadi pada beberapa pengunjung, setelah beberapa kali mandi air panas Bayanan mampu menstabilkan
tekanan darah. Cukup merogoh duit 1000 rupiah untuk membeli tiket, pengunjung
dapat merasakan khasiat air panas Bayanan. Murah bukan? Menurut juru kunci
sumber air panas Bayanan, Rejo Utomo (80),
pengunjung pemandian air panas Bayanan tak hanya warga Sragen, tetapi
juga berasal dari berbagai daerah. ’’Ada orang dari Sunda, Surabaya, Solo,’’
ungkap Rejo. Di obyek wisata pemandian air panas Bayanan disediakan 7 kamar
mandi dengan bathub dan kran air
yang siap mengalirkan air bersuhu berkisar 36 derajat celcius. Agar sedikit
hangat, pengunjung dapat menuangkan ke dalam bathub dengan air dingin yang tersedia. Umumnya, para pengunjung
menghabiskan waktu 20 menit untuk mandi atau sekadar berendam. Namun tak
jarang, ada pula yang satu jam lebih. ’’Setelah dicek ternyata ketiduran,’’
ujar Rejo sambil terkekeh. Biasanya, tutur
Rejo, para pengunjung yang ingin berlama-lama mandi atau berendam akan merasa
lapar yang sangat. Oleh sebab itu Rejo menyarankan untuk membawa makanan
kecil ke dalam kamar mandi dan boleh memakannya di dalam. Tapi Rejo
mewanti-wanti agar tetap menjaga kebersihan dan membuang sampah pada
tempatnya. Masa-masa ramai
pengunjung biasanya berlangsung saat liburan sekolah, sebelum bulan puasa
yakni ketika masyarakat melakukan tradisi padusan
dan selama bulan puasa dimana mereka biasanya berekreasi sambil menunggu
waktu buka puasa tiba, lebaran, dan tahun baru. Eksotika Hyang Tirto Nirmolo Obyek
wisata pemandian air panas Bayanan semula merupakan bekas tempat tetirah para
orang kaya Belanda semasa kolonial yang dibangun tahun 1808 oleh Tuan Praul,
salah satu saudagar Belanda terkemuka saat itu. Setelah berada di bawah
pengelolaan pemerintah RI, pada tahun 1978, pemandian sumber air panas
Bayanan direnovasi. Setahun kemudian sumber air panas Bayanan diresmikan
sebagai obyek wisata dan di bawah pengelolaan Pemkab Dati II Sragen. Namun mitos yang
dipercaya penduduk desa di sekitar sumber air panas itu menyebutkan bahwa sumber
air panas tersebut dijaga oleh makhluk halus berkekuatan magis. Makhluk itu
bernama Hyang Tirto Nirmolo dan suka menolong menyembuhkan orang sakit. Penduduk setempat merasakan bahwa
gatal-gatal (bubul-jawa), capek
setelah bekerja berat dapat segera sembuh dan segar kembali usai mandi dengan
air Bayanan. Oleh sebab itu, sebuah rumah kecil dibangun untuk lokasi upacara
adat. Di bangunan yang sekarang dianggap keramat tersebut rutin diadakan
upacara merayakan panen. Tradisi turun temurun itu biasanya berlangsung pada
hari Jumat Legi dalam penanggalan Jawa. Ramuan Dahsyat Air Panas Bayanan Penelitian yang
dilakukan oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian
Yogyakarta menemukan bahwa panas air Bayanan berasal dari suhu yang dihasilkan
magma cair. Panas dari magma menyentuh dasar sumber air tanah di kedalaman
tertentu. Suhu air yang menjadi panas tetap terbawa hingga memancar di
permukaan dan menjadi sumber air panas. Menurut pengukuran yang dilakukan,
suhu air tepat di titik sumber mencapai 44o C. Setelah dialirkan
dalam bak mandi, suhu air menjadi 36o C, sesuai dengan panas badan
manusia. Inilah yang menyebabkan air panas Bayanan terasa enak dan nyaman
untuk mandi. Hasil penelitian
tersebut juga menunjukkan adanya banyak
unsur/senyawa kimia yang terkandung dalam sumber air panas Bayanan.
Kandungan senyawa tersebut bisa dilihat dalam hasil analisa Laboratorium Kimia yang dilakukan Balai Penyelidikan dan
Pengembangan Teknologi Kegunungapian Yogyakarta. Penelitian juga
mencatat adanya keunikan yang ada di sumber air panas Bayanan. Air panas yang
memancar keluar letaknya dua meter di atas sebuah sungai, yang letaknya hanya
bersebelahan. Air panas tersebut tidak merembes ke aliran sungai. Selain itu,
bila mandi di waktu pagi, sore, dan malam hari, suhu air bertambah panas
sehingga keringat banyak keluar. Namun, bila mandi di siang hari, suhu air
menurun sehingga keringat tidak banyak keluar. Bisa jadi, berbagai
keunikan tersebut membuat air panas Bayanan memiliki banyak khasiat bagi kesehatan.
Menurut sang juru kunci, Rejo Utomo, pengunjung yang berdatangan banyak yang
telah membuktikan keampuhan air panas Bayanan. Berbagai penyakit kulit tersembuhkan. Bahkan mampu mengatasi rematik, menurunkan
kadar kolesterol, memulihkan kebugaran tubuh, meningkatkan vitalitas,
memelihara kesegaran sendi dan otot, dan menambah awet muda. Nah, khasiat air
panas Bayanan dan lingkungan hutan yang asri lagi berudara segar, merupakan
kombinasi tepat untuk mengembangkan wisata mandi rempah-rempah. Pengembangan
tersebut semakin mudah dilakukan mengingat pemandian air panas Bayanan telah
dilengkapi berbagai sarana, antara lain tujuh kamar mandi lengkap dengan
bathtub, kolam renang, taman bermain untuk anak-anak, dan lain sebagainya. Di sekitar Bayanan
banyak diumbuhi perkebunan karet yang lebat, terutama di Kecamatan Kedawung.
Perkebunan karet ini cocok digunakan sebagai lokasi perkemahan, olahraga luar
ruang atau outbond. Potensi yang
dapat dikembangkan adalah membuat arena permainan atau olahraga berbasis alam.
Bisa juga dikembangkan sebagai arena permainan perang-perangan (wargame)
beserta perlengkapannya (skirmish),
dengan menggunakan air soft gun dan
painting ball. Makam Pangeran Samudro di Gunung Kemukus Teladan
Terakhir Anak Raja Majapahit ‘’Barang siapa berhasrat atau punya tujuan
untuk hal yang dikehendaki maka untuk mencapainya harus dengan kesungguhan,
mantap, dengan hati yang suci. Harus konsentrasi pada yang dikehendaki,
dekatkan keinginan, seakan-akan seperti menuju ke tempat yang disayanginya atau
kesenangannya.’’ Dalam selimut kabut
tipis di tengah belantara, suatu pagi, tujuh abad silam, pesan itu meluncur
dari bibir Pangeran Samudro. Bias cahaya lembut meliputi rona sang pangeran
yang terbaring lemah. Beberapa orang dengan pakaian Kejawen bersimpuh
mengelilingi tubuh yang sakit itu. Mata mereka berkaca-kaca. Mereka sadar sedang
menyimak kata-kata penghabisan. Pesan itu terucap lamat. Kemudian senyap.
Mengirim tanda tentang berakhirnya sebuah kehidupan. Konon, itulah
wejangan terakhir Pangeran Samudro, sesaat menjelang ia mangkat. Para
pengikut Samudro kemudian mendirikan pemukiman. Letaknya tak jauh dari jasad
sang Pangeran yang dimakamkan di sebuah bukit –dan kemudian disebut Gunung
Kemukus. Dukuh Samudro, nama pemukiman itu, terletak beberapa puluh meter di
bawah lokasi makam. Para pengikut
Samudro pun patuh melaksanakan wasiat terakhir junjungannya itu. Kisah-kisah
keteladanan sang pangeran lalu terpatri hingga ratusan tahun, sengaja
diwariskan turun temurun oleh penduduk Dukuh Samudro. Di Kemukus, nasihat
Pangeran Samudro agar senantiasa bersungguh hati dalam mencapai kebaikan
terus lestari dan ditularkan kepada siapa saja. Obyek wisata Gunung
Kemukus merupakan wisata spiritual dan banyak didatangi para pengunjung dari
berbagai daerah untuk berziarah. Menghirup udara yang segar, atau sekadar
berjalan-jalan di bawah kerindangan pohon-pohon langka berumur ratusan tahun
merupakan satu pesona tersendiri. Secara
administratif, Gunung Kemukus dan Dukuh Samudro kini masuk wilayah Kecamatan
Miri, sekitar 25 kilometer dari pusat Kabupaten Sragen. Memasuki Dukuh
Samudro di lereng Kemukus, pengunjung akan menjumpai berbagai aktivitas khas
warga pedesaan. Proyek Waduk Kedung Ombo yang diresmikan pada 1990
menyebabkan bukit Kemukus kini dikelilingi oleh air. Dari kejauhan terlihat
seperti bukit di tengah telaga. Jika debit air sedang tinggi, pengunjung
harus menyeberang dengan menggunakan perahu atau rakit yang disediakan
penduduk. Menuju kompleks
makam di puncak bukit, jalanan agak menanjak. Di sini terhampar titian tangga
beton berundak menuju makam. Di bukit ini, kerimbunan pohon berjenis langka
tumbuh dengan ukuran raksasa. Hutan di Kemukus masih terjaga. Suasana pun
menjadi menyenangkan, teduh dan segar, sesekali terdengar kicauan burung
hutan. Kompleks makam
Pangeran Samudro itu sederhana saja. Nisan antik dengan ornamen khas Jawa
nampak menghiasi pusara. Kain kelambu putih menyelubungi pucuk-pucuk nisan.
Lingkungan yang terjaga kebersihannya membuat kompleks makam jauh dari kesan
menakutkan. Meskipun demikian, aura kharismatik tetap memancar dari kompleks
makam tersebut. Untuk melindungi
makam dari perubahan cuaca, sebuah bangunan beratap joglo didirikan. Di bawah
naungan joglo itulah para peziarah biasanya duduk bersila melantunkan doa. Bagi
penduduk setempat dan juga peziarah, memandang nisan antik di pusara dapat
mengingatkan beribu kisah tentang kearifan dan kesederhanaan Pangeran
Samudro. Anak Raja Terakhir
Majapahit Pangeran Samudro
adalah salah satu anak penguasa terakhir kerajaan Majapahit, sebuah kerajaan
Hindu terbesar di Asia Tenggara pada abad ke-13. Kerajaan yang berpusat di
Jawa Timur itu wilayah kekuasaannya meliputi kepulauan Indonesia dan
membentang hingga bagian selatan India. Tak lama setelah
Islam masuk ke Indonesia, Majapahit pun runtuh. Samudro, pemuda umur 18 tahun
--waktu itu, enggan melarikan diri sebagaimana dilakukan banyak kerabatnya.
Ia justru menanggalkan pangkat dan memilih menjadi pandita. Berguru tentang
agama yang baru datang ke tanah Jawa itu; Islam, kepada Sunan Kalijaga,ulama
besar yang tinggal di Kesultanan Demak. Usai berlajar di
bawah bimbingan wali penyebar Islam itu, Samudro melanglang negeri turut
menyiarkan risalah Islam. Selain menyebarkan agama Islam, Samudro juga
menemui sisa-sisa dinasti Majapahit yang tercerai berai, mengajak mereka
bergabung ke dalam payung Kesultanan Demak. Namun, di tengah
ekspedisi tersebut, Samudro mendadak jatuh sakit dan meninggal. Pangeran
Samudro akhirnya dimakamkan di sebuah bukit yang terletak tak jauh dari lokasi
ia wafat. Oleh pengikutnya, tempat Pangeran Samudro meninggal didirikan
sebuah desa dan dinamakan Dukuh Samudro. Konon, terjadi
fenomena alam yang aneh sepeninggal Pangeran Samudro. Asap hitam (dalam
bahasa Jawa diistilahkan kukus)
menyelimuti bukit tempat makam Pangeran Samudro. Fenomena itu terjadi setiap
menjelang pergantian musim. Oleh penduduk dan pengikut Pangeran Samudro,
bukit itu lalu dinamakan Gunung Kemukus. Syahdan, ibu
Pangeran Samudra, Raden Ayu Ontrowulan sangat bersedih mendengar kematian
putra semata wayangnya. Ia pun menyusul ke Kemukus dan mensucikan diri dengan
air dari telaga kecil yang letaknya tak jauh dari makam. Ontrowulan lalu
berdoa tanpa henti agar dapat dipertemukan dengan Pangeran Samudro. Menurut
legenda yang dipercaya penduduk setempat, tubuh Ontrowulan tiba-tiba saja
menghilang tanpa jejak. Penduduk percaya hal
tersebut disebabkan Ontrowulan berdoa dengan sepenuh hati diserta jiwa raga
yang sudah suci. Orang Jawa menyebut kejadian itu sebagai muksa. Telaga
tempat muksa itu lalu dinamakan sendang Ontrowulan. Jejak Pertemuan
Budaya Jawa dan Islam Anak keturunan
pengikut Pangeran Samudro mempercayai kawasan Gunung Kemukus sebagai lokasi
sakral untuk berdoa bersama. Setiap Kamis malam menjelang Jumat Pon dan Jumat
Kliwon dalam kalender Jawa selalu digelar doa tahlil bersama. Acara itu juga
digunakan untuk memperingati penemuan pusaka Kotang Ontokusumo oleh Sri
Sultan Demak. Tradisi itu terus dipertahankan hingga kini. Pada hari-hari
tersebut pengunjung yang berziarah dan berdoa datang membludak. Pentas wayang
kulit digelar semalam suntuk untuk mengajak berbuat baik. Ritual yang paling
ramai dan diminati pengunjung adalah upacara di bulan Syuro bulan pertama
dalam penanggalan Jawa, yang bertepatan dengan dimulainya bulan Muharram
dalam kalender Islam. Tiap Kamis malam diadakan pentas wayang kulit semalam
suntuk. Sedangkan pada hari Kamis di pekan pertama bulan Syuro digelar
tradisi larap slambu yang merupakan
ritual pencucian kain penutup makam Pangeran Samudro. Ritual ini dipercaya
memberi berkah bagi pengunjung yang memanfaatkan air bekas cucian slambu dan
potongan kain slambunya. Saat ritual Larap Slambu, para bangsawan Kraton
Surakarta bisanya turut menghadirinya. Mereka berbusana tradisional Jawa.
Pada hari itu wisatawan dapat menjumpai ornamen dan pakaian tradisional Jawa,
prajurit dengan senjata khas kraton kuno di setiap sudut Kemukus. Nuansa
tradisional Jawa sangat terasa pada ritual Larap Slambu itu. Yang tak kalah
menarik adalah mengamati pola kehidupan, kebudayaan, dan kepercayaan yang
berlangsung dalam masyarakat kawasan Gunung Kemukus. Di kawasan tersebut
bakal ditemui jejak-jejak perjumpaan antara tradisi Jawa Hindu dan Islam.
Lengkap dengan berbagai legenda dan artefak bersejarah yang tersisa. Niscaya,
dari aspek antropologi, para pengunjung akan menemui kesan eksotis ketika
berada di kawasan itu. |
||
|
||